Gaess, tahukah kamu?
Bahwa menjadi seorang penulis itu rentan terhadap gangguan kejiwaan! Nggak
percaya?
Ayo kita mulai dari kebingungan awal, mau nulis apa? Lalu, sedikit pusing cara memunculkan ide. Diikuti dengan bagaimana mengolah kata yang
indah, kejar date line, dibayangi kegagalan
tembus media/gagal tayang. Dan setelah
berhasil ‘tayang’, justru tersandung masalah ‘plagiator’. Atau bahkan minim apresiasi.
Belum dihitung dengan
kerepotan bolak balik revisi tulisan, royalty nggak jelas atau honor belum
dibayar. Tambahan lagi dengan komputer atau laptop yang mendadak error, padahal
date line di depan mata. Argh, memusingkan kepala!
Bahkan Earnest Hemingway, seorang novelis ternama, berakhir tragis karena kesehatan kejiwaannya
terganggu. Beberapa orang menganggap Hemingway menderita Bipolar Disorder.
Namun begitu, kabar
baiknya adalah bahwa ternyata kegiatan tulis menulis juga bisa menjadi obat atau sarana terapi, mengurangi tekanan
kejiwaan, Gaess.
Dr. James W.
Pennebaker, seorang psikolog sosial Amerika, merupakan pioneer terapi menulis,
mengatakan bahwa menulis adalah alat yang jauh lebih kuat dalam penyembuhan
daripada yang pernah dibayangkan oleh siapapun.
Kok bisa? Ya, bisalah! Saat
kita menulis bebas tanpa tekanan, artinya kita sedang menyalurkan perasaan. Entah marah, benci, kecewa, dan
sebagainya. Seperti menulis di
diary. Seolah tengah curhat pada seseorang. Dengan sendirinya beban yang kita rasakan
menyebar/berkurang. Terapi ini cenderung
cocok bagi mereka yang introvert.
Walaupun tak selalu begitu.
Pernah baca atau dengar
buku yang berjudul : Habibie dan Ainun? Buku itu ditulis oleh Pak Habibie,
mantan presiden ketiga RI, lantaran depresi sepeninggal belahan jiwanya, Ibu
Ainun. Pak Habibie yang setengah
linglung dan bingung setelah kepergian kekasihnya, disarankan untuk menulis
oleh dokter. Tak dinyana, buku yang
ditulis malah laris manis dan bahkan difilemkan. Selain itu, Pak Habibie pun dinyatakan
baik-baik saja.
So, Gaess … akan selalu
ada ‘efek samping’ akibat kegiatan yang
kita lakukan (menulis). Maka menulislah
tanpa beban. Menulislah karena kita memang ingin dan butuh menulis, bukan
mengharapkan sesuatu yang lain. Menambah
beban pikiran saja!
Syukur-syukur kalau tulisan
kita tak hanya menghibur, melipur lara, tapi juga memotivasi dan menginspirasi.
Pun mampu menyembuhkan beban mental kita, menambah pundi-pundi serta pahala, sebab di atas segalanya … kelak,
kita akan diminta pertanggung jawaban atas tulisan kita.
Oleh karena itu, selalu
ingat bahwa Allah maha mengetahui dan mengatur segalanya. Teruslah meminta pertolongan dan
lindungan-Nya.
Selamat menikmati
aktivitas menulis, Gaess.
Batam, 31 Maret 2019